Person Centered Theraphy
Pandangan Person Centered Theraphy tentang sifat manusia menolak
konsep kecenderungan negatif dasar. Rogers menunjukan kepercayaan yang
mendalam pada manusia. Ia memandang manusia tersosialisasi dan bergerak
kemuka,berjuang untuk berfungsi penuh, serta memiliki ebaikan yang
positif. Manusia dipercayai dan karena pad dasarnya kooperatif dan
konstruktif, tidak perlu diadakan pengendalian terhadap
dorongan-dorongan agresifnya.
Pandangan tentang manusia yang positif ini memiliki implikasi yang
berarti bagi praktik Person Centered Theraphy. Model Person Centered
Theraphy menolak konsep yang memandang terapis sebagai otoritas yang
mengetahui yang terbaik dan yang memandanga klien sebagai manusia pasif
yang hanya mengikuti perintah-perintah terapis. Karenanya, Person
Centered Theraphy berakar pada kesanggupan klien untuk sadar dan membuat
putusan-putusan.
Tujuan Terapeutik
Tujuan dasar Person Centered Theraphy adalah menciptakan iklim yang
kondusif sebagai usaha untuk membantu klien menjadi pribadi yang
berfungsi penuh. Untuk mencapai tujuan terapi, terapis perlu
mengusahakan supaya klien bisa memahami hal-hal yang ada. Klien
mengembangkan kepurapuraan dan bertopeng sebagai pertahanan terhadap
ancaman. Sandiwara yang dimainkan oleh klien menghambat dirinya untuk
tampil untuh dihadapan orang lain dan dalam usahanya menipu orang lain,
ia menjadi asing terhadap dirinya sendiri.
Fungsi dan Peran Terapis
Peran terapis Person Centered Theraphy berakar pada cara-cara
keberadaanya dan sikap-sikapnya, bukan pada penggunaan teknik-teknik
yang dirancang untuk menjadikan klien berbuat sesuatu. Yang menuntut
perubahan kepribadian klien adalah sikap-sikap terapis. Pada dasarnya
terapis menggunakan dirinya sendiri sebagai alat untuk mengubah. Dengan
menghadapi klien pada taraf pribadi ke pribadi maka peran terapis adalah
tanpa peran. Sedangkan fungsi terapis adalah membangun iklim terapeutik
yang menunjang pertumbuhan klien. Terapis harus bersedia menjadi nyata
dalam hubungan dengan klien. Melalui perhatian yang tulus, respect,
penerimaan dan pengertian terapis maka klien bisa menghilangkan
pertahanan dan persepsinya yang kaku serta bergerak menuju taraf fungsi
pribadi yang lebih tinggi.
Teknik dan Prosedur Terapi
Dalam kerangka Person Centered Theraphy, teknik-tekniknya adalah
pengungkapan dan pengkomunikasian penerimaan, respek, dan pengertian
serta berbagai upaya dengan klien dalam mengembangkan kerangka acuan
internal dengan memikirkan, merasakan, dan mengeksplorasi. Menurut
pandangan pendekatan Person Centered Theraphy, penggunaan teknik-teknik
sebagai muslihat terapis akan mendepersonalisasi hubungan terapis klien.
Teknik-teknik harus menjadi suatu pengungkapan yang jujur dari terapis,
dan tidak bisa digunakan secara sadar diri karena terapis tidak akan
menjadi sejati.
Reference :
Corey, G. (2007). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung: Refika Aditama
Senin, 20 April 2015
Konsep Dasar Teori Humanistik Eksistensial
Di tulisan beberapa sebelum ini sudah dibahas sedikit tentang humanistik eksistensial, mari sekarang kita bahas lebih dalam.... Yok!!
Pendekatan Humanistic-Eksistensial bukan suatu aliran terapi, bukan juga suatu teori tunggal yang sistematik melainkan suatu pendekatan yang mencakup terapi-terapi yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep-konsep dan asumsi tentang manusia.
• Kesadaran diri
Manusia memiliki kemampuan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran itu pada seseorang maka akan semakin besar juga kebebasan yang ada pada orang tersebut.
• Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan
Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan eksistensial juga bisa diakibatkan oleh kesadaran atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tidak terhindarkan.
• Penciptaan Makna
Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna bisa menimbulkan kondisi-kondisi isolasi, depresionalisasi, alineasi, keterasingan, dan kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri yaitu mengungkapkan potensi-potensi manusiawinya.
Tujuan Terapeutik
Terapi eksistensial bertujuan agar klien memahami keberadaanya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya. Pada dasarnya, tujuan terapi eksistensial adalah meluaskan kesadaran diri klien, dan karena itu meningkatkan kesanggupan pilihannya, yaitu menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya. Selain itu, terapi eksistensial juga bertujuan untuk membantu klien agar dapat menghadapi kecemasan yang berhubungan dengan tindakan memilih diri dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar korban kekuatan-kekuatan deterministik diluar dirinya.
Fungsi dan Peran Terapis
Tujuan utama terapis adalah berusaha untuk memahami klien sebagai ada dalam- dunia. Karena menekankan pada pengalaman klien sekarang, para terapis eksistensial menunjukkan keleluasaan dalam menggunakan metode-metode dan prosedur yang digunakan oleh mereka bisa bervariasi tidak hanya dari klien ke klien lain, tetapi juga dari satu kelain fase terapi yang dijalani oleh klien yang sama.
May (dalam Corey, 2007) memandang tugas terapis adalah membantu klien agar menyadari keberadaaanya dalam dunia: “ini adalah saat ketika pasien melihat dirinya sebagai orang yang terancam, yang hadir didunia yang mengancam dan sebagai subjek yang memiliki dunia”.
Teknik-teknik Terapeutik
Pendekatan Humanistic-Eksistensial tidak mempunyai teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Prosedur-prosedur terapi dapat diambil dari beberapa pendekatan terapi lain. Metode yang berasal dari terapi Gestalt dan analisis transaksional sering dipakai.
Referece :
Corey, G. (2007). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung: Refika Aditama
Pendekatan Humanistic-Eksistensial bukan suatu aliran terapi, bukan juga suatu teori tunggal yang sistematik melainkan suatu pendekatan yang mencakup terapi-terapi yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep-konsep dan asumsi tentang manusia.
• Kesadaran diri
Manusia memiliki kemampuan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran itu pada seseorang maka akan semakin besar juga kebebasan yang ada pada orang tersebut.
• Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan
Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan eksistensial juga bisa diakibatkan oleh kesadaran atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tidak terhindarkan.
• Penciptaan Makna
Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna bisa menimbulkan kondisi-kondisi isolasi, depresionalisasi, alineasi, keterasingan, dan kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri yaitu mengungkapkan potensi-potensi manusiawinya.
Tujuan Terapeutik
Terapi eksistensial bertujuan agar klien memahami keberadaanya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya. Pada dasarnya, tujuan terapi eksistensial adalah meluaskan kesadaran diri klien, dan karena itu meningkatkan kesanggupan pilihannya, yaitu menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya. Selain itu, terapi eksistensial juga bertujuan untuk membantu klien agar dapat menghadapi kecemasan yang berhubungan dengan tindakan memilih diri dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar korban kekuatan-kekuatan deterministik diluar dirinya.
Fungsi dan Peran Terapis
Tujuan utama terapis adalah berusaha untuk memahami klien sebagai ada dalam- dunia. Karena menekankan pada pengalaman klien sekarang, para terapis eksistensial menunjukkan keleluasaan dalam menggunakan metode-metode dan prosedur yang digunakan oleh mereka bisa bervariasi tidak hanya dari klien ke klien lain, tetapi juga dari satu kelain fase terapi yang dijalani oleh klien yang sama.
May (dalam Corey, 2007) memandang tugas terapis adalah membantu klien agar menyadari keberadaaanya dalam dunia: “ini adalah saat ketika pasien melihat dirinya sebagai orang yang terancam, yang hadir didunia yang mengancam dan sebagai subjek yang memiliki dunia”.
Teknik-teknik Terapeutik
Pendekatan Humanistic-Eksistensial tidak mempunyai teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Prosedur-prosedur terapi dapat diambil dari beberapa pendekatan terapi lain. Metode yang berasal dari terapi Gestalt dan analisis transaksional sering dipakai.
Referece :
Corey, G. (2007). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung: Refika Aditama
Rifdaturahmi
16512334
3PA01
Konsep Dasar Teori Psikoanalisa
Ya, kali ini kita akan membahas tentang konsep dasar teori psikoanalisis. agak pusing, tapi, yuk mari kita cobaaaa...
yang petama ada, Kesadaran dan ketaksadaran
Bagi Freud, kesadaran merupakan bagian terkecil dari keseluruhan jiwa. Seperti gunung es yang mengapung yang bagian terbesarnya berada dibawah permukaan air, bagian jiwa yang terbesar berada dibawah permukaan kesadaran. Ketaksadaran menyimpan pengalaman-pengalaman, ingatan, dan bahan-bahan yang di represi. Freud percaya, bahwa sebagian besar fungsi psikologis berada di luar kesadaran.
Sasaran terapi psikoanalitik adalah membuat motif-motif tak sadar menjadi disadari, karena hanya ketika menyadari motif-motif tersebutlah individu bisa melaksanakan pilihan. Walaupun diluar kesadaran, ketaksadaran tetap mempengaruhi tingkah laku. Proses-proses tak sadar adalah akar dari gejala dan tingkah laku neurotik. Dari perspektif ini, penyembuhan adalah upaya untuk menyingkap gejala-gejala, sebab tingkah laku dan bahan-bahan yang direpresi yang menghalangi fungsi psikologis yang sehat.
lalu kita bahas tentang Struktur Kepribadian
Menurut pandangan psikoanalitik, struktur kepribadian dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Id
Kepribadian seseorang hanya terdiri dari id ketika dilahirkan. Id kurang terorganisasi, buta, menuntut, dan mendesak. Id tidak bisa mentoleransi tegangan, dan bekerja untuk melepaskan tegangan itu sesegera mungkin serta untuk mencapai keadaan homeostatik. Id diatur oleh asas kesenangan, bersifat tidak logis, amoral, dan didorong oleh satu kepentingan.
b. Ego
Ego adalah eksekutif dari kepribadian yang memerintah, mengendalikan, dan mengatur. Tugas utama Ego adalah menjadi pengantar naluri-naluri dengan lingkungan sekitar. Ego mengendalikan kesadaran dan melaksanakan sensor. Ego berlaku realistis dan berpikir logis serta merumuskan rencana-rencana tindakan bagi pemuasan kebutuhan-kebutuhan.
c. Superego
Superego adalah cabang moral atau hukum dari kepribadian, kode moral bagi individu yang urusan utamanya adalah apakah suatu tindakan baik atau buruk, benar atau salah. Superego merepresentasikan hal yang ideal yang real dan mendorong bukan pada kesenangan tetapi pada kesempurnaan. Superego berfungsi menghambat impuls-impuls dari Id.
Selanjutnya ada , Mekanisme Pertahanan Ego
Apa ya itu?? Jadi, Mekanisme-mekanisme pertahanan ego membantu individu mengatasi kecemasan dan mencegah terlukanya ego. Mekanisme-mekanisme pertahanan ego tidak selalu patologis dan bisa memiliki nilai penyesuaian jika tidak menjadi suatu gaya hidup. Berikut ini beberapa bentuk mekanisme pertahanan ego :
a. Penyangkalan
Penyangkalan adalah pertahanan melawan kecemasan dengan menutup mata terhadap keberadaan kenyataan yang mengancam. Individu menolak sejumlah aspek kenyataan yang membangkitkan kecemasan.
b. Proyeksi
Proyeksi adalah mengalamatkan sifat-sifat tertentu yang tidak bisa diterima oleh ego kepada orang lain. Seseorang melihat pada diri orang lain hal-hal yang tidak disukai dan ia tiak bisa menerima adanya hal-hal itu pada diri sendiri.
c. Fiksasi
Fiksasi adalah menjadi “terpaku’ pada tahap-tahap perkembangan yang lebih awal karena mengambil langkah ke tahap selanjutnya bisa menyebabkan kecemasan.
d. Regresi
Regresi adalah melangkah mundur ke fase perkembangan yang lebih awal yang tuntutan-tuntutannya tidak terlalu besar.
e. Rasionalisasi
Rasionalisasi adalah menciptakan alasan-alasan yang “baik” untuk menghndari ego dari cedera atau memalsukan diri sehingga kenyataan yang mengecewakan menjadi tidak begitu menyakitkan.
f. Sublimasi
Sublimasi adalah menggunakan jalan keluar yang lebih tinggi atau yang secara sosial lebih dapat diterima bagi dorongan-dorongannya.
g. Displacement
Displacement adalah mengarahkan energi kepada objek atau orang lain apabila objek asal atau orang yang sebenarnya, tidak bisa dijangkau.
h. Represi
Represi adalah melupakan isi kesadaran yang traumatis atau bisa membangkitkan kecemasan, mendorong kenyataan yang tidak bisa diterima kepada ketidak sadaran, atau menjadi tidak menyadari hal-hal yang menyakitkan. Represi merupakan salah satu konsep Freud yang paling penting.
i. Formasi reaksi
Formasi reaksi adalah melakukan tindakan yang berlawanan dengan keinginan tak sadar. Jika perasaan-perasaan yang lebih dalam menimbulkan ancaman, maka seseorang menampilkan tingkah laku yang berlawanan untuk menyangkal perasaan-perasaan yang bisa menimbulkan ancaman.
Kemudia ada pula Perkembangan Psikoseksual
Sumbangan yang berarti dalam model psikoanalitik adalah pelukisan tahap-tahap perkembangan psikososial dan psikoseksual individu dari lahir hingga dewasa.
– Tahun pertama kehidupan : Fase Oral
Dari lahir sampai akhir usia satu tahun seorang bayi menjalani fase oral. Mengisap buah dada ibu memuaskan kebutuhan akan makanan dan akan kesenangan karena mulut dan bibir merupakan zona erogen yang peka selama fase oral.
Tugas perkembangan utama fase oral adalah memperoleh rasa percaya, yaitu percaya kepada orang lain, dunia, dan diri sendiri.
– Usia satu sampai tiga tahun : Fase Anal
Tugas yang harus diselesaikan ada fase ini adalah belajar mandiri, memiliki kekuatan pribadi dan otonomi, serta belajar bagaimana mengakui dan menangani perasaan-perasaan yang negatif. Selama fase anal, anak dipastikan akan mengalami perasaan-perasaan negatif seperti benci, hasrat merusak, marah, dsb.
– Usia tiga sampai lima tahun : Fase Falik
Selama fase falik, aktivitas seksual menjadi lebih intens dan perhatian dipusatkan pada alat-alat kelamin yaitu penis pada anak laki-laki dan klitoris pad anak perempuan. Pada fase falik, masturbasi meningkat frekuensinya. Anak-anak menjadi lebih ingin tau tentang tubuhnya, mereka berhasrat untuk mengekplorasi tubuh sendiri dan untuk menemukan perbedaan-perbedaan diantar kedua jenis kelamin.
Nah sekarang kita beranjak ke, UNSUR-UNSUR TERAPI
Tujuan Terapi Psikoanalitik
Tujuan terapi psikoanalitik adalah membentuk kembali struktur karakter individual dengan jalan membuat kesadaran yang tidak disadari didalam diri klien. Proses terapi difokuskan pada upaya mengalami kembali pengalaman-pengalaman masa anak-anak, direkonstruksi, dibahas, dianalisis, dan ditafsirkan dengan sasaran merekonstruksi kepribadian.
Fungsi dan Peran Terapis
Karakteristik psikoanalisi adalah terapi atau analis membiarkan dirinya anonim sera hanya berbagi sedikit perasaan dan pengalaman sehingga klien memproyeksikan dirinya kepada analis. Analis berusaha membantu klien dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal dalam menangani kecemasan serta secara realistis. Yang dilakukan klien sebagian besar adalah berbicara, yang dilakukan oleh analis adalah mendengarkan dan berusaha untuk mengetahui kapan dia harus membuat penafsiran yang layak untuk mempercepat proses penyingkapan hal-hal yang tidak disadari.
Sama seperti yang kita bahas sebelumnya, sekarang akan sedikit kembali kita ulas tentang TEKNIK-TEKNIK TERAPI
– Asosiasi Bebas
Asosiasi bebas merupakan teknik utama terapi psikoanalitik. Analis meminta kepada klien agar membersihkan pikirannya dari peikiran-pemikiran dan renungan sehari-hari dan sebisa mungkin mengatakan apa saja yang melintas dalam pikirannya. Dengan melaporkannya segera tanpa ada yang disembunyikan, klien terhanyut bersama segala perasaan dan pikirannya. Cara yang khas adalah klien berbaring diatas balai-balai sementara analisi duduk dibelakangnya sehingga tidak mengalihkan perhatian klien pada saat asosiasi nya mengalir bebas.
Asosiasi bebas merupakan suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lalu dan melepas emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi-situasi traumatik dimasa lampau yang dikenal dengan katarsis.
– Analisis Transferensi
Transferensi merupakan inti dari terapi psikoanalitik. Transferensi dalam proses terapeutik ketika “urusan yang tidak selesai” dimasa lalu klien dengan orang-orang yang berpengaruh menyebabkan dia mendistorsi masa sekarang. Analisis trasferensi adalah teknik yang utama dalam psikoanalisis, sebab mendorong klien untuk menghidupkan kembali masa lampaunya dalam terapi. Ia memungkinkan klien mampu memperoleh pemahaman atas sifat dari fiksasi dan deprivasi dan menyajikan pemahaman tentang pengaruh masa lampau terhadap kehidupannya sekarang. Singkatnya, efek-efek psikopatologis dari hubungan masa dini yang tidak diinginkan dihambat oleh penggarapan atas konflik emosional yang sama yang terdapat dalam hubungan terapeutik dengan analis.
– Analisis Resistensi
Resistensi adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tidak disadari. Freud memandang resistensi sebagai dinamika terhadap kecemasan yang tidak bisa dibiarkan, yang akan mengingat jika klien menjadi sadar atas dorongan-dorongan dan perasaan yang direpresi itu.
Resistensi bekerja dengan menghambat klien dan analis dalam melaksanakan usaha bersama untuk memperoleh pemahaman atas dinamika-dinamika ketidaksadaran klien.
– Analisis Mimpi
Analisis mimpi adalah sebuah prosedur yang penting untuk menyingkap bahan yang tidak disadari dan memberikan kepada klien pemahaman atas beberapa area masalah yang tidak terselesaikan. Selama tidur, pertahanan melemah dan perasaa yang direpresi muncul ke permukaan. Freud memandang mimpi sebagai “jalan istimewa menju ketidaksadaran” karena melalui mimpi hasrat, kebutuhan, dan ketakutan yang tidak disadari diungkapkan. Mimpi memiliki dua taraf isi yaitu isi laten dan isi manifes.
Semoga bermanfaat yaaa teman-teman...
Reference:
Corey, G. (2007). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung: Refika Aditama
yang petama ada, Kesadaran dan ketaksadaran
Bagi Freud, kesadaran merupakan bagian terkecil dari keseluruhan jiwa. Seperti gunung es yang mengapung yang bagian terbesarnya berada dibawah permukaan air, bagian jiwa yang terbesar berada dibawah permukaan kesadaran. Ketaksadaran menyimpan pengalaman-pengalaman, ingatan, dan bahan-bahan yang di represi. Freud percaya, bahwa sebagian besar fungsi psikologis berada di luar kesadaran.
Sasaran terapi psikoanalitik adalah membuat motif-motif tak sadar menjadi disadari, karena hanya ketika menyadari motif-motif tersebutlah individu bisa melaksanakan pilihan. Walaupun diluar kesadaran, ketaksadaran tetap mempengaruhi tingkah laku. Proses-proses tak sadar adalah akar dari gejala dan tingkah laku neurotik. Dari perspektif ini, penyembuhan adalah upaya untuk menyingkap gejala-gejala, sebab tingkah laku dan bahan-bahan yang direpresi yang menghalangi fungsi psikologis yang sehat.
lalu kita bahas tentang Struktur Kepribadian
Menurut pandangan psikoanalitik, struktur kepribadian dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Id
Kepribadian seseorang hanya terdiri dari id ketika dilahirkan. Id kurang terorganisasi, buta, menuntut, dan mendesak. Id tidak bisa mentoleransi tegangan, dan bekerja untuk melepaskan tegangan itu sesegera mungkin serta untuk mencapai keadaan homeostatik. Id diatur oleh asas kesenangan, bersifat tidak logis, amoral, dan didorong oleh satu kepentingan.
b. Ego
Ego adalah eksekutif dari kepribadian yang memerintah, mengendalikan, dan mengatur. Tugas utama Ego adalah menjadi pengantar naluri-naluri dengan lingkungan sekitar. Ego mengendalikan kesadaran dan melaksanakan sensor. Ego berlaku realistis dan berpikir logis serta merumuskan rencana-rencana tindakan bagi pemuasan kebutuhan-kebutuhan.
c. Superego
Superego adalah cabang moral atau hukum dari kepribadian, kode moral bagi individu yang urusan utamanya adalah apakah suatu tindakan baik atau buruk, benar atau salah. Superego merepresentasikan hal yang ideal yang real dan mendorong bukan pada kesenangan tetapi pada kesempurnaan. Superego berfungsi menghambat impuls-impuls dari Id.
Selanjutnya ada , Mekanisme Pertahanan Ego
Apa ya itu?? Jadi, Mekanisme-mekanisme pertahanan ego membantu individu mengatasi kecemasan dan mencegah terlukanya ego. Mekanisme-mekanisme pertahanan ego tidak selalu patologis dan bisa memiliki nilai penyesuaian jika tidak menjadi suatu gaya hidup. Berikut ini beberapa bentuk mekanisme pertahanan ego :
a. Penyangkalan
Penyangkalan adalah pertahanan melawan kecemasan dengan menutup mata terhadap keberadaan kenyataan yang mengancam. Individu menolak sejumlah aspek kenyataan yang membangkitkan kecemasan.
b. Proyeksi
Proyeksi adalah mengalamatkan sifat-sifat tertentu yang tidak bisa diterima oleh ego kepada orang lain. Seseorang melihat pada diri orang lain hal-hal yang tidak disukai dan ia tiak bisa menerima adanya hal-hal itu pada diri sendiri.
c. Fiksasi
Fiksasi adalah menjadi “terpaku’ pada tahap-tahap perkembangan yang lebih awal karena mengambil langkah ke tahap selanjutnya bisa menyebabkan kecemasan.
d. Regresi
Regresi adalah melangkah mundur ke fase perkembangan yang lebih awal yang tuntutan-tuntutannya tidak terlalu besar.
e. Rasionalisasi
Rasionalisasi adalah menciptakan alasan-alasan yang “baik” untuk menghndari ego dari cedera atau memalsukan diri sehingga kenyataan yang mengecewakan menjadi tidak begitu menyakitkan.
f. Sublimasi
Sublimasi adalah menggunakan jalan keluar yang lebih tinggi atau yang secara sosial lebih dapat diterima bagi dorongan-dorongannya.
g. Displacement
Displacement adalah mengarahkan energi kepada objek atau orang lain apabila objek asal atau orang yang sebenarnya, tidak bisa dijangkau.
h. Represi
Represi adalah melupakan isi kesadaran yang traumatis atau bisa membangkitkan kecemasan, mendorong kenyataan yang tidak bisa diterima kepada ketidak sadaran, atau menjadi tidak menyadari hal-hal yang menyakitkan. Represi merupakan salah satu konsep Freud yang paling penting.
i. Formasi reaksi
Formasi reaksi adalah melakukan tindakan yang berlawanan dengan keinginan tak sadar. Jika perasaan-perasaan yang lebih dalam menimbulkan ancaman, maka seseorang menampilkan tingkah laku yang berlawanan untuk menyangkal perasaan-perasaan yang bisa menimbulkan ancaman.
Kemudia ada pula Perkembangan Psikoseksual
Sumbangan yang berarti dalam model psikoanalitik adalah pelukisan tahap-tahap perkembangan psikososial dan psikoseksual individu dari lahir hingga dewasa.
– Tahun pertama kehidupan : Fase Oral
Dari lahir sampai akhir usia satu tahun seorang bayi menjalani fase oral. Mengisap buah dada ibu memuaskan kebutuhan akan makanan dan akan kesenangan karena mulut dan bibir merupakan zona erogen yang peka selama fase oral.
Tugas perkembangan utama fase oral adalah memperoleh rasa percaya, yaitu percaya kepada orang lain, dunia, dan diri sendiri.
– Usia satu sampai tiga tahun : Fase Anal
Tugas yang harus diselesaikan ada fase ini adalah belajar mandiri, memiliki kekuatan pribadi dan otonomi, serta belajar bagaimana mengakui dan menangani perasaan-perasaan yang negatif. Selama fase anal, anak dipastikan akan mengalami perasaan-perasaan negatif seperti benci, hasrat merusak, marah, dsb.
– Usia tiga sampai lima tahun : Fase Falik
Selama fase falik, aktivitas seksual menjadi lebih intens dan perhatian dipusatkan pada alat-alat kelamin yaitu penis pada anak laki-laki dan klitoris pad anak perempuan. Pada fase falik, masturbasi meningkat frekuensinya. Anak-anak menjadi lebih ingin tau tentang tubuhnya, mereka berhasrat untuk mengekplorasi tubuh sendiri dan untuk menemukan perbedaan-perbedaan diantar kedua jenis kelamin.
Nah sekarang kita beranjak ke, UNSUR-UNSUR TERAPI
Tujuan Terapi Psikoanalitik
Tujuan terapi psikoanalitik adalah membentuk kembali struktur karakter individual dengan jalan membuat kesadaran yang tidak disadari didalam diri klien. Proses terapi difokuskan pada upaya mengalami kembali pengalaman-pengalaman masa anak-anak, direkonstruksi, dibahas, dianalisis, dan ditafsirkan dengan sasaran merekonstruksi kepribadian.
Fungsi dan Peran Terapis
Karakteristik psikoanalisi adalah terapi atau analis membiarkan dirinya anonim sera hanya berbagi sedikit perasaan dan pengalaman sehingga klien memproyeksikan dirinya kepada analis. Analis berusaha membantu klien dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal dalam menangani kecemasan serta secara realistis. Yang dilakukan klien sebagian besar adalah berbicara, yang dilakukan oleh analis adalah mendengarkan dan berusaha untuk mengetahui kapan dia harus membuat penafsiran yang layak untuk mempercepat proses penyingkapan hal-hal yang tidak disadari.
Sama seperti yang kita bahas sebelumnya, sekarang akan sedikit kembali kita ulas tentang TEKNIK-TEKNIK TERAPI
– Asosiasi Bebas
Asosiasi bebas merupakan teknik utama terapi psikoanalitik. Analis meminta kepada klien agar membersihkan pikirannya dari peikiran-pemikiran dan renungan sehari-hari dan sebisa mungkin mengatakan apa saja yang melintas dalam pikirannya. Dengan melaporkannya segera tanpa ada yang disembunyikan, klien terhanyut bersama segala perasaan dan pikirannya. Cara yang khas adalah klien berbaring diatas balai-balai sementara analisi duduk dibelakangnya sehingga tidak mengalihkan perhatian klien pada saat asosiasi nya mengalir bebas.
Asosiasi bebas merupakan suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lalu dan melepas emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi-situasi traumatik dimasa lampau yang dikenal dengan katarsis.
– Analisis Transferensi
Transferensi merupakan inti dari terapi psikoanalitik. Transferensi dalam proses terapeutik ketika “urusan yang tidak selesai” dimasa lalu klien dengan orang-orang yang berpengaruh menyebabkan dia mendistorsi masa sekarang. Analisis trasferensi adalah teknik yang utama dalam psikoanalisis, sebab mendorong klien untuk menghidupkan kembali masa lampaunya dalam terapi. Ia memungkinkan klien mampu memperoleh pemahaman atas sifat dari fiksasi dan deprivasi dan menyajikan pemahaman tentang pengaruh masa lampau terhadap kehidupannya sekarang. Singkatnya, efek-efek psikopatologis dari hubungan masa dini yang tidak diinginkan dihambat oleh penggarapan atas konflik emosional yang sama yang terdapat dalam hubungan terapeutik dengan analis.
– Analisis Resistensi
Resistensi adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tidak disadari. Freud memandang resistensi sebagai dinamika terhadap kecemasan yang tidak bisa dibiarkan, yang akan mengingat jika klien menjadi sadar atas dorongan-dorongan dan perasaan yang direpresi itu.
Resistensi bekerja dengan menghambat klien dan analis dalam melaksanakan usaha bersama untuk memperoleh pemahaman atas dinamika-dinamika ketidaksadaran klien.
– Analisis Mimpi
Analisis mimpi adalah sebuah prosedur yang penting untuk menyingkap bahan yang tidak disadari dan memberikan kepada klien pemahaman atas beberapa area masalah yang tidak terselesaikan. Selama tidur, pertahanan melemah dan perasaa yang direpresi muncul ke permukaan. Freud memandang mimpi sebagai “jalan istimewa menju ketidaksadaran” karena melalui mimpi hasrat, kebutuhan, dan ketakutan yang tidak disadari diungkapkan. Mimpi memiliki dua taraf isi yaitu isi laten dan isi manifes.
Semoga bermanfaat yaaa teman-teman...
Reference:
Corey, G. (2007). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung: Refika Aditama
Rifdaturahmi
16512334
3PA01
Terapi Person Centered Therapy
Carl Ransom Rogers lahir pada tanggal 8 Januari 1902 di
Oak Park, Illinios, Chicago. dan meninggal dunia pada tanggal 4 Pebruari 1987
karena serangan jantung. Rogers dibesarkan dalam keluarga yang berkecukupan dan
menganut aliran protestan fundamentalis yang terkenal keras, dan kaku dalam hal
agama, moral dan etika.
Carl R. Rogers mengembangkan Person Centered Theraphy sebagai reaksi
terhadap apa yang disebut olehnya sebagai keterbatasan-keterbatasan
mendasar bagi psikoanalisis. Pendekatan Person Centered Theraphy adalah
cabang khusus dari terapi humanistik. Terapis berfungsi terutama sebagai
penunjang pertumbuhan pribadi kliennya dengan jalan membantu kliennya
dalam menemukan kesanggupan-kesanggupan untuk memecahkan masalah.
Pendekatan Person Centered Theraphy menaruh kepercayaan yang besar pada
kesanggupan klien untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya
sendiri. Hubungan terapeutik antara terapis dengan klien merupakan
katalisator untuk perubahan, klien menggunakan hubungan yang unik
sebagai alat untuk meningkatkan kesadaran dan untuk menemukan
sumber-sumber terpendam yang bisa digunakan secara konstruktif dalam
pengubahan hidup klien tersebut.
Tidak ada metode atau teknik yang
spesifik. Karena Client-Centered Therapy
menitikberatkan pada sikap-sikap terapis. Namun ada beberapa teknik dasar yang
harus dimiliki terapis yaitu mendengarkan klien secara aktif, merefleksikan
perasaan klien, dan kemudian menjelaskannya (Corsini & Wedding, 2011).
Penekanan
teknik-teknik dalam pendekatan ini adalah pada kepribadian,
keyakinan-keyakinan, dan sikap-sikap terapis, serta hubungannya dengan
terapeutik. Dalam kerangka client centered, “teknik-teknik”nya adalah
pengungkapan dan pengkomunikasian penerimaan, respek dan pengertian serta berbagi
upaya dengan client dalam mengembangkan kerangka acuan internal dengan
memikirkan, merasakan dan mengeksplorasi. Periode-periode Perkembangan Terapi
Client Centered Hart (1970) membagi perkembangan teori Rogers ke dalam tiga
periode yakni :
periode 1
(1940-1950) : Psikoterapi nondirektif, dimana menekankan penciptaan iklim
permisif dan nondirektif. Penerimaan dan klarifikasi sebagai tekniknya.
·
Periode 2
(1950-1957) : Psikoterapi reflektif. Terapis merefleksikan perasaan-perasaan
client dan menghindari ancaman dalam hubungannya dengan dengan client. Client
diharapkan mampu mengembangkan keselarasan antara konsep diri dan konsep diri
ideal.
·
Periode 3
(1957-1970); Terapi eksperiensial. Tingkah laku yang luas terapis yang
mengungkapkan sikap-sikap dsarnya menandai pendekatan ini. Terapis difokuskan
pada apa yang sedang dialami client dan pengungkapan oleh terapis. Sejak tiga
pulu tahun terakhir, terapi client centered telah bergeser ke arah lebih banyak
membawa kepribadian terapis dalam proses terapeutik.
Reference :
Corey, G. (2007). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung: Refika Aditama
Corsini, Raymond, J., dan Danny, Wedding. (2011). Current psychotherapies (Ed 10th). USA : Jon David Hague
http://mustafa-afif.blogspot.com/2014/04/client-centered-therapy-carl-rogers.html (diakses pada 20 april 2015)
Rifdaturahmi
16512334
3PA01
Terapi Humanistic Eksistensial
Yok sekarang kita lanjut lagi yaa, terapi humanistic eksistensial..
Pada dasarnya terapi eksistensial memiliki tujuan untuk meluaskan
kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya,
yakni bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya.
Dalam buku Teori dan Praktek Konseling Psikoterapi oleh Gerald Corey
pada tahun (2007), terapi eksistensial juga bertujuan membantu klien
menghadapi kecemasan sehubungan dengan pemilihan nilai dan kesadaran
bahwa dirinya bukan hanya sekedar korban kekuatan-kekuatan determinisik
dari luar dirinya. Terapi eksistensial memiliki cirinya sendiri oleh
karena pemahamannya bahwa tugas manusia adalah menciptakan eksistensinya
yang bercirikan integritas dan makna.
Pendekatan humanistic-eksistensial menekankan pada renungan-renungan
filosofis tentang apa artinya menjadi manusia yang utuh. Banyak ahli
psikologi yang berorientasi eksistensial yang mengajukan argumen
menentang pembatasan studi tingkah laku manusia pada metode-metode yang
digunakan oleh ilmu pengetahuan alam. Tujuan dasar dari banyak
pendekatan psikoterapi adalah membantu individu agar mampu bertindak,
menerima kebebasan dan bertanggung jawab untuk tindakan-tindakannya.
Terapi eksistensial, berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa
melarikan diri dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab itu
saling berkaitan. Dalam penerapan-penarapan terapeutiknya, pendekatan humanistic-eksistensial
memusatkan perhatian pada asumsi-asumsi filosofis yang melandasi
terapi. Pendekatan humanistic-eksistensial menyajikan suatu landasan
filosofis untuk orang-orang dalam hubungan dengan sesamanya yang menjadi
ciri khas, kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan konselingnya dan yang
melalui implikasi-implikasi bagi usaha membantu individu dalam
menghadapi pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut keberadaan
manusia.
Reference :
Corey, G. (2007). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung: Refika Aditama
http://www.psikologizone.com/konseling-terapi-pendekatan-eksistensial/06511676 (diakses pada 20 april 2015)
Rifdaturahmi
16512334
3PA01
Terapi Psikoanalisis
Assalamua'laikum.... kali ini saya akan menulis tentang terapi menggunakan pendekatak psikoanalisis.. Yuk kita mulai,
Dunia terapi memiliki berbagai macam
pendekatan yang dapat dijadikan acuan dasar pada semua praktik terapi. Teori
mengenai psikoterapi merupakan landasan dasar terbentuknya terapi yang efektif.
Masing-masing teori tentu saja dikemukakan oleh ahli yang berbeda sehingga
penerapan dari pendekatan yang digunakan juga akan terlihat berbeda. Terapi
dengan pendekatan psikoanalisa dirintis oleh tokoh yang bernama Sigmund Freud.
Freud lahir di Wina pada tahun 1856.
Teori psikoanalitik Sigmund Freud adalah salah satu aliran utama dalam
sejarah psikologi. Psikoanalisis merupakan sebuah model perkembangan
dari kepribadian, filsafat tentang sifat manusia, dan metode
psikoterapi.
Secara historis ada 3 aliran utama psikoanalisis, yaitu:
1. Psikoanalisis
2. Behaviorisme
3. Psikologi eksistensial-humanistik
Secara historis ada 3 aliran utama psikoanalisis, yaitu:
1. Psikoanalisis
2. Behaviorisme
3. Psikologi eksistensial-humanistik
Sumbangan-sumbangan utama yang bersejarah dari teori dan praktik psikoanalitik adalah:
- Kehidupan mental individu menjadi bisa dipahami, dan pemahaman terhadap sifat manusia bisa diterapkan pada perbedaan penderitaan manusia.
- Tingkah laku diketahui sering ditentukan oleh faktor-faktor tidak sadar.
- Perkembangan pada masa anak-anak memiliki pengaruh yang besar terhadap kepribadian dimasa dewasa.
- Teori psikoanalitik menyediakan kerangka kerja yang berharga untuk memahami cara-cara yang digunakan oleh individu dalam mengatasi kecemasan dengan mengandaikan adanya mekanisme-mekanisme yang bekerja untuk menghinari luapan dari kecemasan.
- Pendekatan psikoanalitik sudah memberikan cara-cara mencari keterangan dari ketidaksadaran melalui analisis dari mimpi, resistensi, dan transferensi.
Aplikasi Teknik
Psikoanalisa
Corey dalam Lubis (2011) mengatakan
bahwa teknik terapi psikoanalisa adalah untuk meningkatkan kesadaran, memperoleh
insight, dan memahami arti dari simtom-simtom
yang dirasakan oleh klien. Proses terapi selesai ketika tujuan-tujuannya telah
tercapai yaitu memperoleh pemahaman intelektual dan emosional dimana hal
tersebut diharapkan dapat mengubah kepribadian. 5 teknik dasar dari terapi
psikoanalitik terdiri dari:
1. Asosiasi
Bebas
Asosiasi bebas adalah teknik yang memberi kebebasan pada klien
untuk mengatakan apa saja perasaan, pemikiran, dan renungan yang ada dalam
pikirannya tanpa ada yang disembunyikan. Melalui teknik ini, klien diharapkan
mampu melepaskan emosi yang berkaitan dengan pengalaman traumatik di masa lau
yang terpendam (katarsis). Katarsis inilah yang mendorong klien memperoleh
pemahaman dan evaluasi diri yang lebih objektif. Tugas terapis disini adalah
memahami hal-hal yang di represi dan hanyut ke alam bawah sadar. Selanjutnya
terapis akan menafsirkan hal tersebut dan menyampaikannya pada klien. Setelah
itu, membimbing ke arah pemahaman dinamika kepribadian yang tidak disadari oleh
klien.
2. Analisis
Mimpi
Freud menilai mimpi sebagai jalan istimewa menuju
ketidaksadaran karena melalui mimpi, hasrat, kebutuhan dan ketakutan yang di
pendam akan mudah diungkapkan. Pada saat klien tidur, pertahanan egonya akan
melemah sehingga perasaan yang ditekan akan muncul ke alam sadar. Analisis
mimpi memungkinkan terapis untuk mengetahui masalah-masalah yang tidak terselesaikan
oleh klien. Pada dasarnya mimpi memiliki 2 taraf isi, yaitu isi laten dan isi
manifes. Isi laten terdiri dari motif yang disamarkan, tersembunyi dan bersifat
simbolik karena terlalu menyakitkan dan mengancam seperti dorongan seksual dan
agresif. Sementara itu, isi manifes terdiri dari bentuk mimpi yang tampil dalam
impian klien. Tugas terapis disini adalah menyingkap makna yang disamarkan
dengan mempelajari simbol-simbol dari isi manifes mimpi, sehingga dapat
diketahui isi laten klien.
3. Analisis
Resistensi
Resistensi dipandang oleh Freud sebagai pertahanan
klien terhadap kecemasan yang akan meningkat jika klien menjadi sadar atas dorongan
dan perasaan yang direpresinya. Hal ini akan menghambat terapis dan klien
memperoleh pemahaman dinamika ketidaksadaran klien. Jika terjadi resistensi, terapis
harus membangkitkan perhatian klien dan menafsirkan resistensi yang paling
terlihat untuk mengurangi kemungkinan klien menolak penafsiran. Resistensi
dapat menghambat kemampuan klien untuk mengalami kehidupan yang lebih memuaskan
sehingga sebisa mungkin terapis harus dapat memberi pemahaman pada klien agar
membuka tabir resistensinya.
4. Analisis
Transferensi
Transferensi merupakan reaksi klien yang melihat
terapis sebagai orang yang paling dekat dan penting dalam hidupnya di masa
lalu. Sebagian besar terapis akan mengembangkan neurosis transferensi yang
dialami klien di lima tahun pertama kehidupannya. Untuk itu terapis harus
melakukannya secara netral, objektif, anonim dan pasif. Teknik ini akan
mendorong klien menghidupkan kemabali masa lalunya sehingga memberi pemahaman
pada klien mengenai pengaruh masa lalunya terhadap kehidupannya saat ini.
Melalui transferensi, klien juga mampu menyadari konflik masa lalu yang masih
dipertahankannya sampai sekarang.
5. Interpretasi
(Penafsiran)
Interpretasi merupakan prosedur dasar yang mencakup
analisis terhadap asosiasi bebas, analisis mimpi, analisis resistensi, dan
analisis transferensi. Terapis akan menyampaikan sekaligus memberi pemahaman
pada klien mengenai makna dari tingkah laku klien yang dimanifestasikan melalui
keempat teknik psikoanalisis tersebut. Tujuan dari penafsiran ini adalah agar
mendororng ego klien untuk megasimilasi hal-hal baru dan mempercepat proses
penyingkapan hal-hal yang tidak disadari. Penafsiran harus disampaikan pada
saat yang tepat agar dapat diterima klien sebagai bagian dari dirinya. Apabila
disampaikan terlalu cepat, kemungkinan klien akan melakukan penolakan, tetapi
apabila penafsiran jarang dilakukan, kemungkinan klien akan sulit memperoleh insight atas masalahnya.
Terapi
dengan pendekatan psikoanalisa ini tidak terlalu tepat jika digunakan pada
orang-orang yang ingin berfungsi sepenuhnya atau ingin mencapai aktualisasi
diri, artinya tidak terlalu tepat bagi orang-orang sudah dalam keadaan baik,
yang berkeinginan untuk menjadi lebih baik lagi. Orang-orang yang ingin
beraktualisasi diri akan lebih baik apabila menjalani konseling dengan
pendekatan humanistik dan eksistensial. Untuk terapi dengan pendekatan
Psikoanalisa akan lebih tepat untuk klien-klien yang memiliki masalah berat
sampai ringan, mulai dari masalah-masalah abnormal sampai pada masalah ringan,
seperti putus cinta, trauma, dan lain-lain.
Reference:
Corey, G. (2007). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung: Refika Aditama
Lubis, Lumongga Namora. (2011). Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
http://xihuanpsychology.blogspot.com/2013/03/terapi-dengan-pendekatan-psikoanalisa.html (diakses pada 20 april 2015)
Rifdaturahmi
16512334
3PA01
Langganan:
Postingan (Atom)